Wednesday, November 08, 2006

The Question : “Yang Terbaik..”

Beberapa waktu lalu, seorang temen lama came up with questions as quoted below,

“Pertanyaan ini udah lama muncul dibenak gw saat nonton film yg judulnya “marriage“ salah satu film favorit gw. Semalam DVDnya gw tonton lagi.

Anggaplah ini hari pernikahan lo. Darimana lo tahu, kalo dia (yg kamu nikahin) adalah yg terbaik yg ‘dipilihkan’ oleh Yang Diatas (dgn asumsi lo berdua, juga slg mencintai).

Hampir semua yg menikah didasarkan dgn cinta, berpendapat ato percaya hal yg sama (dia adalah yg terbaik yg dipilihkan Tuhan utkku). Gimana kalo ternyata, diakhiri dgn perceraian ?

Apakah yg Terbaik bagi Tuhan adalah yg terbaik bagimu ?

Apakah status “terbaik” memiliki batas waktu ? (dia, saat menikah, adalah yg terbaik utkku).

Seiring waktu, ternyata kenyataannya tidak begitu (padahal saat memutuskan utk menikah dgn dia, lo iklaskan keputusanmu dgn kehendak Tuhan). Apakah Tuhan salah pilih ? Apakah suami/istri, jodoh dan soulmate adalah sesuatu yg berbeda? “

Nah merasa tidak berkompeten untuk memberikan opini, jadilah pertanyaan di atas gue lempar ke forum. Berikut beberapa response yang gue dapet,

First Response

Back ground: Married man for couple years, 31-32 getu, ITB (penting ya?hehehe)

“Gilee, emang ada orang yg pas waktu akad nikah mikir gituan? Ato emang gw aja yg ngga mikir kayak gitu pas akad nikah. Gw pernah terpikir hal tersebut pas lagi berantem doang, he... he... he...

Gw berpendapat bini gw adalah opsi terbaik yg gw punya waktu gw mau menikah, apakah ini pernikahan yg didasarkan cinta? Mungkin bukan, selintas di kepala gw ini adalah sebuah pernikahan yg didasarkan oleh harapan, lebih tepatnya harapan2 dua orang yg akan menikah.

Perceraian gw pikir adalah sebuah jalan yg disediakan untuk suatu. Perkawinan yg kalo diteruskan lebih banyak kejelekannya dibanding kebaikannya. Kenyataannya perceraian gw pikir lebih banyak didasarkan oleh ego salah satu pihak atau keduanya. Gw pikir memilih bercerai ibarat memilih memenggal kepala pembunuh anggota keluarga kita dibanding memilih memaafkan si pembunuh tersebut dalam hukum qishas.

Kalau strategi untuk mempertahankan keluarga tidak dipikirkan, negosiasi sudah dihentikan dan komunikasi tidak dilakukan, yah silahkan bertanya-tanya tentang status terbaik dan tuhan.

Untuk kasus gw, seiring waktu, kenyataannya sering tidak sesuai harapan.Gw.Kadang cuma ketawa dalam hati, ternyata dalam setiap harapan yang dikabulkan selalu ada cobaan untuk kita sebagai ujian, kadang gw yg merasa tertipu,kadang2 istri gw yg merasa tertipu he.. he.. he..

APAKAH TUHAN SALAH PILIH? Ini pertanyaan kurang ajar, yg mutusin nikah kita (tentunya yg merasakan kenikmatannya kita juga kan?), yg mutusin bercerai kita juga (padahal pasti dinasehatin dulu sama pengadilan supaya ngga cerai), eh Tuhan dibawa-bawa, pake nyalahin lagi...

Gw ngga peduli, apakah jodoh, cinta & soulmate itu nyata atau tidak, yg penting buat gw adalah keluarga gw utuh, tugas gw sebagai kepala keluarga bisa gw laksanakan sebaik-baiknya, titik.

Second Response (below 40, male, entrepreneur juga, banyak bener dah kegiatannya, kerja di oil & gas)

“Menurut gue yang salah adalah cara berpikirnya.......
kenapa kita pikir Tuhan mesti repot ngurusin kita?
mesti milihin jodoh kita?
mesti memastikan jalan nasib kita?
life is a journey..... dan ini perjalanan kita, bukan perjalanan Tuhan......
jadi mestinya jangan nyalahin siapa-siapa kalau sampai 'cerai'.... apalagi
nyalahin takdir...... mempertanyakan pilihan Tuhan
kita cerai karena nggak merasa sejalan lagi.... yah udah gitu aja hehehehe

mungkin yang mesti ditanya bukan kenapa cerai?...... tapi kenapa menikah?
hahahahahaha

kadang orang sering melihat suatu bencana dari luar nya..... padahal
dibalik bencana mungkin ada karunia yang gak disadari manusia karena memang otak kita cuma segini aja mampunya

memangnya apa yang salah dari bercerai? kalau itu bisa membuat dua orang hidup lebih bahagia?sebagaimana tidak ada salahnya menikah, kalau memang itu bisa membuat dua
orang hidup lebih bahagia.....

tapi bercerai, menikah, tidak menikah, tinggal bersama tanpa menikah......
itu semua 'mestinya' pilihan..... bukan kewajiban..... semua bawa masalah,
konsekuensi, kesedihan dan kebahagiaan sendiri-sendiri...... dan awal dari
bencana menurut gue, ketika orang mengambil langkah karena merasa itu
wajib dilakukan...... do what you want to do.... not what you have to do.....

Third Response 31th , married woman, kerja di BI, lulusan Univ Negri (nyamar dikit)

Kalau menurut gw sih keputusan untuk menikah merupakan gabungan pilihan dan ikhtiarjadi kita gak bisa hanya menunggu dari Allah akan datangnya jodoh pilihan Dia. Trus perjalanan pernikahan juga sama, pilihan dan ikhtiar. Gak bisa kalau sudah nikah trus langsung kita bilang dia lah jodoh kita seumur hidup if we wont work it out.Jadi supaya pernikahan langgeng seumur hidup itu merupakan pilihan dan usaha yg kita lakukan sendiri. Kalau sdh nikah berpuluh2 tahun trus cerai juga, mungkin itu karena mereka berdua memilih untuk berpisah dan menghentikan usaha untuk mempertahankan pernikahannya.

Response from the owner of the Question (Single,31,Kuliah di Jogja, Kuliah lagi di Paris ga pulang-pulang, gak tau masih aktif apa nggak, pastinya masih suka menjadi pemikir ..emm sok tau sih gue hehehe)

“Tujuan gw sebenarnya mencoba memahami arti ketiga kata itu (suami/istri, jodoh & soulmate). Pemahaman gw tentu saja sgt subjektif alias tergantung pengalaman hidup gw (atau kehidupan di sekitar gw) pada saat gw mencoba memberi jawaban. Ofcos, definisinya terlalu maksa. Apa yg gw pahamin sekarang belum tentu sama dgn esok atau lusa.
Pertanyaannya mungkin nggak akan muncul kalo sebelum menikah hanya dia satu2xnya yg lo kenal. Gimana kalo sehari/sebulan ato sesaat sebelum menikah (masih) ada yg lain. So, you have a decision to make. Gimana kalo ternyata setelah sekian lama bersama baru lo sadari ternyata nggak cocok. Ok lah ada yg bilang dalam hukum qishas lo berhak “memenggal kepala” pembunuh anggota keluarga kita dibanding memilih memaafkan si pembunuh tersebut. Gimana kalo ternyata elonya sendiri (dan bukan pasangan lo) yg jatuh cinta lagi kpd yg lain. Kalo sekarang lo sedang dilanda api asmara (atau terikat dgn komitmen), lo bakalan menjawab tidak mungkin akan ada yg lain. Still, what happens around me pushes me to keep saying, “who knows”.
So, menrt gw, suami/istri adalah yg lo kehendakin atau putuskan utk menikah, apapun alasan ato motifnya (cinta, kecelakaan, ngontrak rumah bareng, etc). Walaupun pada awalnya orang tua/orang lain/keadaan yg menghendaki, akhirnya kamu juga yg akan berkata iya didepan penghulu, etc.
Nah, kalo jodoh, mnrt gw, adalah yg “diinginkan” Tuhan. Sayangnya kita nggak pernah tau kalo itu jodoh kita ato bukan. Dan Tuhan juga nggak pernah ngasih tau. Ini yg gw maksudkan dgn “kesalahan Tuhan” (atau lebih tepatnya keterbatasan manusia dalam memahami kehendak Ilahi). Yg ada adalah loe berdoa / memandang laut lepas / mendengar suara angin ato lagu kesukaan lo sembari menunggu datangnya “firasat”/keyakinan ato apapun yg lo interpretasikan sebagai jawaban. Then you might say “Well, she/he is the one”. Makanya ada yg bilang jodoh ditangan Tuhan, tapi jawaban/keputusan ada ditanganmu.
Soulmate, mnrt gw, adalah seseorang atau bayang2x seseorang yg menemani dan mengikuti perjalanan hidup lo. Seseorang kepada siapa jiwamu merasa menemukan tempatnya berteduh, tempat mengadu atau tempat jiwamu berpaling saat ia membutuhkan jawaban, curhat ato kebersamaan (tentu saja harus dibuktikan dgn waktu). Menjadi soulmate (sahabat jiwa) biasanya tidak didasari oleh suatu komitmen. Ikatan muncul secara alamiah. Dari waktu ke waktu, jiwamu secara natural akan berpaling ke sahabatnya saat ia merasa kesepian. Seringkali, kita merasa/mengklaim seorang teman adalah soulmate kita padahal dia tdk merasakan hal yg sama.
Loe termasuk orang yg plg beruntung di duniamu kalo ketiga peran itu melekat di satu orang yg sama (pasangan hidupmu), cause you’ve probably found someone of your own (he/she could be the one) at least at the time when you made the decision.
Tentu aja kita nggak usah pusing2x mikirin definisinya. Toh yg lebih penting menjalaninya. Seperti kata temenmu, pernikahan adalah suatu pengharapan. Dan pada akhirnya cinta itu adalah suatu keputusan. Mengutip kata John Lennon “Life is what happens when you are busy making others plans”. Similarly, marriage is what happens while you are busy trying to define it or to wonder if she/he is “the correct person” for you (or vice versa).

Have a nice life.”

Dari gue? Wah gue sebagai penikmat dan perangkum aja deh ...

2 comments:

Anonymous said...

dear friend,
ngomongin jodoh, kalo menurut gue bener aja memang jodoh di tangan Tuhan, dan Tuhan pasti akan nunjukin pilihannya ke kita dari berbagai cara. kenapa gue bilang 'pasti', karena Tuhan sudah punya rencana yang terindah buat masing2 kita, Tuhan sekalipun tidak akan pernah meninggalkan kita. jadi kalo loe udah ketemu calon, loe doa buat dia, loe doa buat berdua, minta Tuhan nunjukin jalan yg bener..

Norman said...

hehhehehehehe, pertanyaan yg sama pernah muncul dr saya duluuuuuuu...interesting.
btw ada ilustrasi tg responden yg bikin aku senyum kecut hehehhe